23:42

Rai Ati Racang Rak

Pengertian :
Melatih fikiran, kemauan, perasaan, kemampuan, kecekatan, dan keterampilan manusia.

Isi Ungkapan :
Berisi pesan dan nasehat yang disampaikan orang tua bagi anak – anak dan anggota keluarga. Pesan tersebut agar dicontohi dan diteladani dalam kehidupan nyata. Sasaran dari nasehat dan pesan itu terutama agar anak – anak terbiasa :
1. Melakukan segala pekerjaan
2. Mencintai bidang usaha
3. Mampu meniru pekerjaan orang tua
4. Mengembangkan kemampuan berusaha guna memenuhi kebutuhan hidup
5. Dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki
6. Bekerja sendiri dan mandiri
7. Berinisiatif dan kreatif
8. Mengatasi tantangan

Selengkapnya...

07:48

Teti toe decing lako toe baro

arti : pergi tanpa pamit
pengertian ungkapan :
berkaitan dengan tata krama dan sopan santun

isi ungkapan :
pesan yang disampaikan lewat ungkapan ini agar manusia dan masyarakat bersikap, berprilaku, berbuat dan bertindak sesuai dengan tatakrama dan sopan santun yang berlaku.
makna ungkapan : mempunyai nilai ajaran untuk dilaksanakan dalam kehidupan nyata.
diambil dari ungkapan bahasa daerah manggarai provinsi ntt 0doroteus hemo)
Selengkapnya...

07:25

onok bombo long tana osok, da'e't mbau lale kawe mbaek

isi ungkapan :
berisi pesan bagi manusia dan masyarakat yang berkaitan dengan kerja keras dan usaha memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan pendapatan.

makna ungkapan :
mempunyai nilai ajaran bagi manusia dan masyarakat yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan serta menambah dan meningkatkan pendapatan
h. doroteus.
Selengkapnya...

22:09

Mejok déko, ngguing wuli, lélak médak, momang nggotak.

Pengertian ungkapan : wanita yang tidak menolak bila dipegang atau dibelai, melayani dengan gairah serta menerima permintaan pria dengan senang hati. Singkatnya wanita murahan.

Isi ungkapan : pesan bagi kaum wanita agar tidak terbuai oleh rayuan kaum pria.
Makna ungkapan : kaum wanita mampu mempertahankan kehormatan, harga diri serta harkat dan martabatnya sehingga tidak disia-siakan kaum pria. Kaum pria menghargai kaum wanita sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai harkat serta martabat yang sama. Kaum pria tidak menganggap kaum wanita sebagai alat permainan.

Lambang yang digunakan : mejok déko (jinak bila ditangkap) serta ngguing wuli (bergerak karena senang bila diraba-raba atau dibelai). Sesungguhnya hanya digunakan untuk hewan misalnya kuda. Namun diangkat masyarakat sebagai ungkapan, ibarat atau perumpamaan tentang sikap seorang wanita yang tak bereaksi bila dipegang, diraba-raba, dibelai serta dielus kaum pria. Lélak médak (meligas atau tel dengan gairah) juga untuk kuda, tetapi diangkat ungkapan adalah perumpamaan tentang pelayanan kaum wanita yang penuh gairah. Momang nggotak (dicintai karena meligas atau telperlahan-lahan) juga untuk maksud yang sama untuk kuda, lalu diangkat sebagai ungkapan adalah perumpamaan tentang pelayanan kaum wanita menurut selera kaum pria.

Penggunaan ungkapan : orang tua wanita atau juru bicara mendatangi orang tua pria untuk menyampaikan perbuatan anak mereka. Kedatangan orang tua wanita kepada orang tua pria dalam istilah daerah Manggarai ialah lakong. Bila pria mengakui perbuatannya dan mau bertanggungjawab maka orang tua kedua belah pihak menyelesaikan pembicaraan tentang belis serta jujur hingga memasuki jenjang pernikahan. Dengan demikian hubungan badani yang dilakukan kedua insan atas saling cintai serta sepakat untuk hidup sebagai suami isteri. Sebaliknya bila pria mengakui perbuatannya, tetapi tidak menerima wanita sebagai isteri, maka jawaban yang disampaikan seperti ungkapan diatas. Jawaban tersebut menunjukkan bahwa hubungan badani kedua insan dianggap pihak pria suatu permainan cinta untuk melampiaskan kepuasan biologis. Orang tua wanita tentu tidak menerima hal ini untuk mempertahankan kehormatan, harga diri, harkat serta martabat anak mereka. Tuntutan mereka berbalik dari usaha mempersatukan kedua insan menjadi suami-isteri menjadi taru loma (loma = perkosa, perkosaan). Bila tuntutan ini ditolak orang tua pria, maka persoalan meningkat menjadi bicar (perkara) serta orang tua wanita melaporkan kepada pemimpin béo (kampung). Orang tua pria menjawab pertanyaan pengusut perkara. Jawaban juga diikuti dengan ungkapan diatas. Penyelesaian tergantung kemampuan pengusut perkara menginsafkan orang tua pria tentang penolakkan yang menyebabkan wanita menjadi korban. Bila orang tua pria menyadari hal itu, maka pengusut dapat memutuskan. Keputusan kedua insan dipersatukan sebagai suami-isteri bila pria menyetujui atau taru loma ditolak. Selengkapnya...

22:09

Mohasn na’a ronag kali rona agu kokak, jurakn na’a tu’ag kali tu’a agu kula.

Pengertian kata menurut maksud ungkapan : mohasn na’a ronag kali rona agu kokak artinya sedihnya aku bersuami pada hal ibarat bersuamikan burung madu. Jurakn pukul tu’ag kali tu’a agu kula artinya terkutuknya aku memelihara mertua pada hal ibarat bermertuakan musang atau luak.

Pengertian ungkapan : penyelesan seorang wanita yang telah berumah tangga, karena sering mendapat tekanan, baik dari suami maupun mertua. Sang suami hanya menuntut isteri mengerjakan segala sesuatu yang diinginkan suami. Sikap sang suami terhadap isteri seolah-olah antara majikan dengan pembantu rumah tangga. Isteri selalu dicomeli, mengapa pekerjaan tidak diselesaikan tuntas. Mertua diharapkan sebagai pengganti orang tua wanita, tetapi kenyataannya lain. Mertua menunjukkan sikap yang tidak mengakui kegiatan-kegiatan rumah tangga yang telah dilakukan menantu. Mertua tidak memberikan petunjuk yang baik terhadap menantu dalam hal memperbaiki kekeliruan, melainkan mencela, dikatai, dianggap malas. Mertua tidak menunjukkan sikap melindungi dan mengayomi, melainkan sikap bermusuhan.
Isi ungkapan : bagi para gadis agar memepertimbangkan dengan matang sebelum menerima lamaran pemuda sebagai calon suami. Diselidiki dengan cermat sifat serta watak calon suami, sehingga mendapat gambaran cara-cara menghadapinya bila telah menikah. Para orang tua harus menyerahkan pilihan kepada anak gadis sendiri untuk calon suaminya. Orang tua boleh memberi saran serta pertimbangan, tetapi keputusan tetap pada anak sendiri.
Makna ungkapan : orang tua menyerahkan sepenuhnya kepada anak gadis untuk memilih serta memutuskan menerima pemuda sebagai calon suami. Para gadis berhati-hati, teliti dan cermat serta mempertimbangkan dengan matang sebelum menerima pinangan. Nilai yang perlu dipetik para gadis dari makna ungkapan ini adalah resiko yang harus dipikul setelah hidup bersama sebagai suami isteri. Apapun yang dialami dalam rumah tangga, si isteri tak dapat mengelak dari tanggungjawab. Para suami menyadari tentang peranan serta tanggungjawab isteri. Ia mempunyai harkat serta martabat yang sama dengan kaum pria. Isteri jangan dianggap sebagai pembantu rumah tangga, ia harus diajak dalam rangka membahas segala sesuatu untuk meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan keluarga. Para mertua harus meyadari bahwa menantu wanita diterima sebagai anggota keluarga. Karena itu mertua harus menunjukkan sikap sebgai pengganti orang tua bagi menantu wanita, membina hubungan yang akrab, hindarkan sikap bermusuhan.
Lambang yang digunakan : koka (burung madu) adalah burung yang tidak pernah diam, bernyanyi terus, di saat mencotol makanannya pun ia lakukan sambil bernyanyi. Burung madu diangkat sebagai lambang dalam ungkapan ini adalah perumpamaan tentang sikap serta perilaku sang suami yang selalu mencela pekerjaan isteri, memerintah isteri mengerjakan semua pekerjaan, memarahi isteri bila terjadi kekeliruan. Hanya suami yang benar, istri dianggap serba salah. Kula (luak, musang) adalah binatang yang mempunyai sifat serta tabiat tidak peduli terhadap kelompok jenisnya, suka bermusuhan serta memangsa sesamanya. Luak diangkat sebagai lambang adalah perumpamaan tentang sifat serta tabiat mertua yang tidak mencerminkan pengganti orangtua bagi menantu wanita.
Penggunaan ungkapan : digunakan kaum pria maupun wanita dalam bentuk lagu karena prihatin dengan penderitaan serta tekanan batin seorang ibu rumah tangga. Sebagai sindiran terhadap penderitaan isteri seseorang yang diperlakukan secara tak sewajarnya baik oleh sang suami maupun mertua (dalam bentuk lagu). Selengkapnya...

23:22

Inung toé nipu hang toé tanda, lagé locé toko data

Pengertian ungkapan : melakukan hubungan badani yang terlarang menurut adat-istiadat, yakni hubungan badani yang disebut jurak dalam bahasa daerah Manggarai. Hubungan badani yang sumbang (incest). Berzinah dengan istri orang berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, maupun karena paksaan pria (pemerkosaan).
Isi ungkapan : mengetahui ketentuan adat-istiadat khususnya hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Mentaati aturan serta ketentuan tradisi serta adat-istiadat. Menghargai norma sopan santun yang berlaku dalam masyarakat. Menghindari sikap serta perilaku yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Menghormati serta menghargai harkat dan martabat sesama manusia. Tidak melanggar kehormatan rumah tangga orang.
Makna ungkapan : menghindari perbuatan yang bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Menghindari sikap, perilaku, perbuatan serta tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Menghindari perbuatan yang memperkosa harga diri serta martabat kaum wanita. Menghindari perbuatan yang melanggar kehormatan rumah tangga orang.
Lambang yang digunakan : inung (meminum) serta hang (makan) adalah perumpamaan tentang suatu pekerjaan. Dalam hal ini pekerjaan yang dimaksud adalah melakukan hubungan badani dengan wanita yang mempunyai hubungan darah pihak ayah dan isteri saudara pihak ibu, yakni saudari kandung, sepupu, saudari ayah dan nenek, kemenakan, anak wanita saudari ayah dan nenek, wanita kaum kerabat suami saudari, saudari ayah dan nenek, isteri paman serta isteri kaum kerabat paman. Hubungan badani seperti yang dikatakan diatas dalam bahasa daerah Manggarai disebut jurak. Inung toé nipu hang toé tanda (meminum serta memakan sembarang) adalah perumpamaan tentang melakukan hubungan badani dengan wanita yang tidak diperkenankan oleh tradisi serta adat-istiadat. Lagé (melanggar) adalah perumpamaan tentang melakukan hubungan badani. Locé toko data (tikar tidur milik orang) adalah perumpamaan tentang isteri orang.
Penggunaan ungkapan : ungkapan ini biasanya digabung dengan ungkapan lain, yaitu : “Néka inung toé nipu, néka hang toé tanda, néka lagé locé toko data, néka anggom le anggom lau, émé data data muing, néka daku déméng data. Émé inung toé nipu hang toé tanda, lagé locé toko data, anggom le anggom lau, daku déméng data, rékok lebo ro’é ngoél cemoln de mosém.” (rékok = mematahkan, memetik; lebo = subur; ro’é = mematahkan; ngoel = muda, empuk; cemoln = akhirnya; de mosem = dari hidupmu). Jangan meminum minuman serta makan makanan yang tidak tentu serta tak pasti (sembarang, asal ada dilahap). Jangan melanggar tikar tidur orang lain. Jangan merampas sana-sini. Kalau memang milik orang biarkan menjadi miliknya. Jikalau meminum minuman serta memakan makanan sembarangan, melanggar tikar tidur milik orang, merampas sana-sini, hidupmu akhirnya dipatahkan serta dipetik seperti pucuk subur muda serta empuk.
Ungkapan diatas mengandung pengertian tentang perbuatan seseorang yang bertentangan dengan norma susila yang berlaku dalam masyarakat, amoral, pelacur caliber, suka merampas harta milik orang lain. Jika tetap dilakukan, tidak sadar, tidak berusaha merubah, kelak akan mendapat hukuman yakni hidup serta kehidupan pelaku ibarat pucuk subur yang muda serta empuk dipetik dan dipatahkan seturut selera pemilik tanaman. Ibarat hidup serta kehidupan pelaku layu dan mati sebelum berkembang.

SUMBER : UNGKAPAN BAHASA DAERAH MANGGARAI PROVINSI NTT 1
PENULIS: DRS. DOROTEUS HEMO
TAHUN : 1990 (Cetakan Pertama) Selengkapnya...

07:57

Oke’ rona ngoeng, di’an lelo ilang

Pengerrtian kata menurut arti ungkapan : membuang suami nikah, sedap bercinta-cintaan dengan pria lain.
Pengertian ungkapan: Istri yang melakukan hubungan gelap dengan pria lain, gigolo, mempunyai pria simpanan.
Isi ungkapan : Perbuatan melanggar kehormatan rumah tangga yang dilakukan wanita yang telah maupun yang belum mempunyai anak.
Makna ungkapan: Mempunyai nilai moral dan ajaran bagi manusia dan masyarakat , agar :
1. Menghindarkan perbuatan yang melanggar kehormatan rumah tangga.
2. Tidak mudah tergoda rayuan yang menyebabkan jatuh ke dalam lembah nista.
3. Menyadari bahwa melakukan hubungan badani antara pria dan wanita bukan suami-istri adalah perbuatan tercela dan melanggar kehormatan rumah tangga orang lain.
4. Menyadari bahwa melakukan hubungan badani dengan suami atau istri orang lain dapat berakibat rumah tangga berantakan.

Lambang yang digunakan: ungkapan ini tidak menggunakan lambang.
Penggunaan ungkapan : Diucapkan sebagai sindiran dan untuk mematahkan sikap, prilaku dan perbuatan ibu rumah tangga yang melakukan hubungan badani dengan pria lain. Ungkapan ini diiucapkan berupa percakapan di antara kaum ibu, atau berupa lagu oleh kaum pria.
Arti kata :
Oke’ = buang= lepaskan = tinggalkan
Rona = suami
Ngoeng = cinta = dicintai = kawn = nikah
Di’a = sukanya = senangnya = sedapnya
Lelo = lihat = melihat = layan = melayani
Ilang = kerling = mengerling = main mata = bercinta-cintaan

SUMBER : UNGKAPAN BAHASA DAERAH MANGGARAI PROVINSI NTT 1
PENULIS: DRS. DOROTEUS HEMO
TAHUN : 1990 (Cetakan Pertama) Selengkapnya...