22:09

Mejok déko, ngguing wuli, lélak médak, momang nggotak.

Pengertian ungkapan : wanita yang tidak menolak bila dipegang atau dibelai, melayani dengan gairah serta menerima permintaan pria dengan senang hati. Singkatnya wanita murahan.

Isi ungkapan : pesan bagi kaum wanita agar tidak terbuai oleh rayuan kaum pria.
Makna ungkapan : kaum wanita mampu mempertahankan kehormatan, harga diri serta harkat dan martabatnya sehingga tidak disia-siakan kaum pria. Kaum pria menghargai kaum wanita sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai harkat serta martabat yang sama. Kaum pria tidak menganggap kaum wanita sebagai alat permainan.

Lambang yang digunakan : mejok déko (jinak bila ditangkap) serta ngguing wuli (bergerak karena senang bila diraba-raba atau dibelai). Sesungguhnya hanya digunakan untuk hewan misalnya kuda. Namun diangkat masyarakat sebagai ungkapan, ibarat atau perumpamaan tentang sikap seorang wanita yang tak bereaksi bila dipegang, diraba-raba, dibelai serta dielus kaum pria. Lélak médak (meligas atau tel dengan gairah) juga untuk kuda, tetapi diangkat ungkapan adalah perumpamaan tentang pelayanan kaum wanita yang penuh gairah. Momang nggotak (dicintai karena meligas atau telperlahan-lahan) juga untuk maksud yang sama untuk kuda, lalu diangkat sebagai ungkapan adalah perumpamaan tentang pelayanan kaum wanita menurut selera kaum pria.

Penggunaan ungkapan : orang tua wanita atau juru bicara mendatangi orang tua pria untuk menyampaikan perbuatan anak mereka. Kedatangan orang tua wanita kepada orang tua pria dalam istilah daerah Manggarai ialah lakong. Bila pria mengakui perbuatannya dan mau bertanggungjawab maka orang tua kedua belah pihak menyelesaikan pembicaraan tentang belis serta jujur hingga memasuki jenjang pernikahan. Dengan demikian hubungan badani yang dilakukan kedua insan atas saling cintai serta sepakat untuk hidup sebagai suami isteri. Sebaliknya bila pria mengakui perbuatannya, tetapi tidak menerima wanita sebagai isteri, maka jawaban yang disampaikan seperti ungkapan diatas. Jawaban tersebut menunjukkan bahwa hubungan badani kedua insan dianggap pihak pria suatu permainan cinta untuk melampiaskan kepuasan biologis. Orang tua wanita tentu tidak menerima hal ini untuk mempertahankan kehormatan, harga diri, harkat serta martabat anak mereka. Tuntutan mereka berbalik dari usaha mempersatukan kedua insan menjadi suami-isteri menjadi taru loma (loma = perkosa, perkosaan). Bila tuntutan ini ditolak orang tua pria, maka persoalan meningkat menjadi bicar (perkara) serta orang tua wanita melaporkan kepada pemimpin béo (kampung). Orang tua pria menjawab pertanyaan pengusut perkara. Jawaban juga diikuti dengan ungkapan diatas. Penyelesaian tergantung kemampuan pengusut perkara menginsafkan orang tua pria tentang penolakkan yang menyebabkan wanita menjadi korban. Bila orang tua pria menyadari hal itu, maka pengusut dapat memutuskan. Keputusan kedua insan dipersatukan sebagai suami-isteri bila pria menyetujui atau taru loma ditolak.

3 komentar:

SANDRI APUL said...

wahhh.....pesan yang berarti...namun menurut ku tetap aja perempuan ga tahan dengan rayuan laki-laki. udah kodratnya menjadi kaum yang lemah....
o ya..perna ga ada peaca yang mengajarkan, cara yang sederhana agar wanita ga cepat jatuh dari rayuan laki - laki..makasi

KUNI AGU KALO said...

pesan yang mendalam, tak lekang oleh masa

KUNI AGU KALO said...

pesan yang mendalam, tak lekang oleh masa